Mabuk agama itu sama dengan mabuk miras.
Orang yang diajak ke suatu pesta dan pertama kalinya ditawari minum miras, pasti akan memberikan reaksi yang berbeda. Mulai dari, “Nggak, makasih ya.”, “Gue coba dikit aja ya”, “Pahit banget! Ada yang lebih manis nggak?” sampe “Boooo, ini enak bangeeettt!”. Buat mereka yang pertama kali mencoba lalu merasakan tidak enaknya, pasti berkesimpulan bahwa semua miras rasanya sama. Kemudian ia memutuskan untuk tidak lagi mencobanya. Sementara buat yang penasaran, pasti akan mencoba berbagai minuman sampai ketemu yang enak. Ada juga yang udah langsung dapat enaknya, dia akan memberikan segelas minumannya ke temannya untuk ikut mencicipi.
Begitu pula dengan mabuk agama.
Berbagai reaksi pasti akan diberikan oleh orang yang diundang untuk pertama kalinya datang ke suatu kelompok yang mengkaji teori atau ajaran agamanya agar mengenal agamanya lebih dekat. Mulai dari rasa skeptis, enggan, datang hanya untuk menghormati si pengundang, hingga menikmati acara dari awal sampai selesai. Keputusan yang diambil pun juga beragam, mulai dari sebisa mungkin menghindari si pengundang sampai mengajak orang lain untuk datang ke kajian agama bersamanya.
Efek yang ditimbulkan dari mabuk miras dan mabuk agama ini kurang lebih sama. Mulai dari yang asyik sendiri dengan joget diiringi musik, ngoceh tanpa henti ke semua orang yang dilihat padahal belum tentu kenal, sok tenang tapi tahu-tahu muntah tanpa lihat tempat, sampai ada yang beringas lalu ngajak berantem semua orang yang menurutnya beda, ditambah lagi, ngajak temannya yang sama-sama sedang mabuk untuk ikut berantem dengannya tanpa tahu duduk persoalannya.
Mabuk agama juga begitu.
Ada yang sibuk menasihati temannya tanpa diminta, ada yang asyik sendiri meneruskan pengetahuan yang barusan didapat, tapi ada juga yang kasar, mengajak ribut semua orang yang berseberangan dengannya, sampai memprovokasi orang tidak dikenal tapi memiliki kesamaan pandangan dengannya untuk ikut bersamanya, memberantas yang berseberangan dengan mereka. Ini semua karena rasa nikmat yang diperoleh.
Tapi ada satu hal signifikan yang membedakan mabuk miras dan agama.
Kalau mabuk miras sudah pasti ada jangka waktunya, sudah tertebak dari mulai minum, naik enaknya, benar-benar menikmati sampai waktunya sadar lalu kembali beraktivitas. Lalu, mabuk miras ini tidak terjadi setiap saat. Umumnya kalau lagi berpesta merayakan kegembiraan saja. Sehingga waktu mulai minum sampai selesai itu hanya dalam hitungan jam saja. Langka sekali menemukan orang yang berpesta miras 1×24 jam.
Sementara mabuk agama ini sulit ditebak karena tahapan orang mulai mendapat pengetahuan dan merasakan kenikmatannya itu beda-beda. Jadi bisa saja, ada yang baru mulai, ada yang sudah mulai bisa menikmati, tapi ada juga yang sudah di tahap efek mabuk, mulai dari yang standar sampai yang reseh dan tidak bisa ditoleransi lagi.
Menurut gue, mabuk miras dan mabuk agama itu sama sekali tidak ada bedanya. Para pemabuk itu sama-sama ingin merasakan kenikmatan yang abstrak selama mungkin. Walau ada kemungkinan kecil mereka tahu bahwa yang dilakukan tidak sesuai dengan norma, bahwa apa yang berlebihan dan memabukkan itu tidak benar, tetapi namanya juga sedang mabuk, pasti sulit untuk berpikir logis.
Sekarang terserah Anda, mau mabuk miras, mabuk agama, atau tidak mabuk di dua-duanya?
If you like, share it 🙂